Waspadai Musim Hujan dan Potensi Bencana Hidrometeorologis

hujan deras
Ilustrasi hujan deras. [foto : Jawapos]

Sejak tanggal 21 Desember 2022, BMKG telah mengeluarkan rilis potensi cuaca ekstrem sepekan kedepan hingga 2 Januari 2023, untuk sebagian besar wilayah Indonesia, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua dan Papua Barat.

Hal tersebut berkaitan dengan fakta adanya peningkatan signifikan dinamika atmosfer. Berdasarkan analisa cuaca terkini, ada beberapa hal yang memicu peningkatan curah hujan antara lain (1). Monsun Asia yang menunjukkan aktifitas cukup signifikan beberapa hari terakhir. (2). Adanya indikasi pembentukan pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah Australia yang dapat memicu peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia. (3). Adanya bibit siklon tropis 95W tumbuh di Samudra Pasifika sebelah Utara Papua Barat. (4). Aktifitas Madden Julian Oscillation (MJO) disertai fenomena Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial yang menunjukkan kondisi yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan.

Bacaan Lainnya

Selain itu, masyarakat Indonesia juga perlu memahami klasifikasi intensitas curah hujan. Hujan dengan intensitas ringan antara 0,1 – 5 mm/jam atau 5 – 20 mm/hari. Hujan dengan intensitas sedang antara 5 – 10 mm/jam atau 20 – 50 mm/hari. Hujan dengan intensitas lebat antara 10 – 20 mm/jam atau 50 – 100 mm/hari. Sementara hujan dengan intesintas sangat lebat lebih dari 20 mm/jam atau lebih dari 100 mm/hari.

Potensi Bencana

Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan bencana hidrometeorologis seperti banjir bandang, banjir genangan, tanah longsor dan angina kencang. Banjir merupakan kejadian saat aliran air tidak tertampung saluran drainase (baik sungai maupun saluran air), sehingga menimbulkan genangan. Jika genangannya tidak di pemukiman umumnya tidak merugikan namun belakangan ini lokasi perkotaan sering dilanda banjir sehingga banyak menimbulkan kerugian.

Curah hujan dan adanya air pasang (rob) hanyalah faktor dari alam. Sementara banyak faktor dari manusia (antropogenic) yang dapat mempengaruhi terjadinya banjir. Secara alami air hujan turun ke tanah akan mengalir sesuai kontur tanah yang ada menuju kea rah yang lebih rendah. Untuk daerah perkotaan umumnya air hujan akan dialirkan masuk ke dalam saluran-saluran buatan yang mengalirkan air menuju ke sungai. Namun, adakalanya kapasitas saluran air tersebut tidak mencukupi menampung air hujan sehingga menimbulkan banjir.

Faktor manusia dalam hal ini sangat berpengaruh seperti perubahan tata guna lahan, penyumbatan oleh sampah yang dibuang sembarangan, keberadaan bangunan liar di bantaran sungai, pengaruh dari penurunan tanah akibat pembangunan infrastruktur dan bangunan yang signifikan, serta tidak berfungsinya bendungan atau bangunan pengendali banjir. Faktor-faktor ini wajib dikaji ulang dan diperbaiki bersama untuk menghindari bencana banjir yang menimbulkan kerugian.

Belajar dari sejarah kita sudah ditunjukkan bukti nyata, persoalan banjir berhubungan erat dengan persoalan tata ruang, yang memicu kerentanan bencana. Khusus wilayah perkotaan dimana hutan sudah menjadi beton, minim resapan. Hal tersebut menjadi bukti nyata betapa pentingnya mendorong kebijakan berbasis pada penilaian tata ruang hijau, bencana dan ekologis sebagai upaya mitigasi bencana jangka panjang.

Solusi jangka pendek seperti menggunakan pompa air, membangun saluran beton di sungai sangat diperlukan namun solusi jangka panjang terkait tata ruang yang mengedepankan sensitivitas terhadap mitigasi bencana harus dilakukan agar ke depannya Indonesia menjadi negara yang tangguh bencana.

Sementara tanah longsor dapat terjadi akibat adanya perubahan yang mengakibatkan gangguan kestabilan lereng. Meningkatnya kandungan air dan berkurangnya tanaman penahan lereng, akan mengurangi daya tahan lereng.

Musim hujan telah tiba. Ada baiknya Informasi peringatan dini dari stakeholder terkait sepeti BMKG dan BPBD/BNPB dimanfaatkan untuk langkah-langkah antisipatif meliputi adaptasi dan mitigasi bencana. Pemerintah daerah dan masyarakat harus memperhatikan kelayakan fungsi bangunan pengendali banjir serta kondisi sungai.

Untuk jangka pendek pengerukan sungai dan saluran air perlu dilakukan. Masyarakat harus mengecek kelancaran aliran drainase apakah tersumbat sampah atau tidak. Musim hujan telah tiba, mari Masyarakat Indonesia mewaspadainya, untuk menghindari kerugian material dan korban jiwa.

Temukan kami di Google News.

Pos terkait