Banyak Kasus Antiklimaks, Mahfud MD Waspadai Praktik Ijon Saat Negara Didikte Mafia

Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menyoroti penanganan banyak kasus-kasus besar yang berujung antiklimaks. Hal ini menjadi kekecewaan yang masyarakat dan ditangkap Mahfud baik melalui tulisan-tulisan di koran, berita media massa, maupun di media sosial.

“Kekecewaan karena apa, negara kita sepertinya didikte bandit, bandit yang menentukan arah negara ini. Caranya gimana, kalau ada kasus hukum menyangkut bandit besar itu biasanya tidak berani ngungkap, lalu sesudah diungkap, berbelok,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD di YouTube Mahfud MD Official, Selasa (08/04/2025).

Hal itu yang membuat kasus-kasus besar menjadi antiklimaks. Kemudian, biasanya jika sudah berbelok akan disertai pencarian kambing hitam, mencari orang untuk menjadi tumbal, termasuk pelaku-pelaku tingkatan rendah yang dijadikan sebagai pelaku utama.

Mengingat hampir semua kasus-kasus besar saat ini berjalan seperti itu, Mahfud merasa wajar jika masyarakat menduga ada mafia di belakang yang menentukan jalannya hukum. Kondisi itu mengingatkan Mahfud akan praktik ijon yang sempat populer di era Orde Baru.

“Sejak sebelum jadi kasus, kalau ada perkara itu mafia sudah mengelola, sudah memesan polisinya siapa yang menyidik, jaksa siapa, pasal berapa yang dituduhkan, siapa terdakwa, lalu hakim memutus apa, dulu zaman Orde Baru begitu, di-ijon namanya,” ujar Mahfud.

Dengan perkara-perkara yang sudah di-ijon membuat penegakan hukum didikte oleh mafia. Nantinya, lanjut Mahfud, sekalipun kasus terlanjur terbongkar pada akhirnya penanganan hanya akan berjalan besar, seakan sudah hebat, tapi tiba-tiba akan mencapai antiklimaks.

Salah satu contoh paling dekat tidak lain kasus pagar laut misterius yang beberapa waktu lalu sempat begitu menghebohkan Indonesia. Walau sempat memberi asa, pada akhirnya penanganan antiklimaks dan hanya mengorbankan seorang pejabat kecil, Lurah Kohod.

Bagi Mahfud, tidak masuk akal ada lurah bisa punya ide seperti itu dan harus bertanggung jawab atas belasan wilayah-wilayah yang bukan dipimpinnya. Bahkan, sampai melahirkan lebih dari 200 sertifikat HGB, dan dinyatakan berani membayar denda miliaran rupiah.

“Itu karena negara didikte bandit, hakimnya dibegitukan, penyidiknya dibegitukan, maju-mundur, itu harus dihindari, karena itu sudah lama menjadi perbincangan publik dan kita tidak usah bicara prosesnya, bicara produknya saja yang sering kita rasakan,” kata Mahfud.

Ke depan, ia meminta, semua itu dapat ditata dan civil society memang dirasa perlu bicara agak keras jika menyangkut negara yang didikte kekuatan mafia dan membuat kasus hilang di tengah jalan. Bagi Mahfud, itu penting sebagai negara demokrasi yang berdasar hukum.

Meski begitu, Mahfud menegaskan dirinya tidak akan lelah berbicara seperti yang sudah dilakukannya sebelum dan saat menjadi menteri. Mahfud berharap, kita tidak putus asa melihat situasi ketika saran-saran yang disampaikan publik seperti lewat begitu saja.

“Meskipun, kadang tidak juga, kadang saya merasa banyak yang sekurang-kurangnya diperhatikan dan mungkin berpengaruh dalam pengambilan kebijakan negara.Tentu saya tidak sendiri, banyak yang bersama saya di tempat berbeda, mengambil sikap yang sama,” ujar Mahfud. (*)

Temukan kami di Google News.

Pos terkait